SELAMAT DATANG DI GUBUK KAMI


Sekali waktu di bulan Agustus 2010, saya mampir dan mengunjungi Pastor Ernst Waser, SVD, seorang misionaris Swiss yang bertugas di Paroki Wangkung, Keuskupan Ruteng, Manggarai - Flores. Tatkala berpamitan dengan beliau, pastor yang sederhana ini berjabatan tangan dengan saya sambil berucap, "Engkau anak petani, saya juga anak petani. Jangan pernah engkau tinggalkan mereka dan mari kita bersama membangun petani!"


Kami memang berbincang tentang petani, anak petani, kursus pertanian dan pendidikan petani. Tentu tak sekedar mengobrol tentang karya yang satu ini. Tapi saya melihatnya sebagai karya yang sungguh vital dalam karya Gereja. Bicara tentang pertanian, kita sentuh tentang soal pangan. Dan tanpa pangan tak ada kehidupan. Gereja sendiri mendasarkan kehidupannya pada PANGAN ABADI, EKARISTI. Yesus Kristus yang memberikan diri dan hidupNya sebagai sumber pangan abadi manusia inilah yang meminta kita untuk berpihak dengan petani dan karya pertanian.


GUBUK PASTOR TANI ini kami harap menjadi tempat beristirahat sejenak, untuk berbincang bersama petani, dan menggali sumber kekuatan karya ibu kehidupan ini dari Sumbernya yang pertama, Allah sendiri.
Selamat datang ke Gubuk kami dan ajaklah sahabatmu mampir sejenak.

Wednesday 20 April 2011

10. KELUARGA BERIMAN HENDAKNYA MEMELIHARA ALAM LINGKUNGANNYA

Catatan: Bahan katekese ini dipersiapkan dalam rangka memberikan bantuan tambahan materi untuk katekese dalam pertemuan dengan umat, ketika para frater melakukan live in setelah Paskah ini.
Model Pertama
Pertemuan Katekese tentang Eco - Pastoral

1. Persiapkan sebelumnya

· Ruang atau tempat di alam terbuka yang tertata baik, namun menyatu dengan lingkungannya.

· Kutipan teks Kitab Suci

· Doa dan lagu serta para petugasnya

2. Pengantar

Kita akan berbicara bersama tentang komunitas basis kita, tentang keluarga kita dan hubungannya dengan perjuangan hidupnya di rumah kediaman kita. Mengapa perlu kita bicarakan sebagai sebuah pertemuan iman seperti sekarang ini? Saya kira kita semua di sini beriman sejak dari keluarga kita, dari rumah-rumah kita. Keluarga-keluarga kita adalah keluarga beriman. Rumah kita karenanya menjadi tempat kita bertemu dengan Tuhan, tempat kita menyembah Tuhan dan tempat di mana kita bisa berdoa dan menyampaikan syukur kepada Tuhan.

Selain rumah keluarga kita masing-masing, kita juga memiliki tempat lain yang juga kita pandang sebagai rumah, yaitu alam ini, yang tidak hanya menjadi tempat diam kita tetapi juga tempat diam makhluk hidup lainnya, seperti pohon, binatang, air, tanah, api, udara. Semua ini kita gunakan dan kita tahu pasti bahwa tanpa mereka kita bisa bertahan hidup.

Bagaimana kita melihat hubungan kita dengan mereka semua? Bagaimana kita sadar akan tugas dan tanggung jawab kita terhadap alam raya yang adalah rumah kita? Kita manusia memang adalah mahkota ciptaan Allah yang paling agung. Keagungannya justru karena ia melihat dirinya tetap bersatu dengan alam, rumahnya sendiri, di mana ia hidup bersama makhluk lainnya.

Karena itu bersama kitab Suci yang meminta kita untuk memelihara alam ini dengan sebaik-baiknya, mari kita berdiam diri sejenak. Kita mau lihat hubungan kita dengan alam lingkungan hidup kita dan bertanya, ‘apakah alam ini sungguh adalah rumah yang kita rawat menjadi tempat tinggal kita?’

3. Rumah Semesta dalam Doa Seekor Kera

3.1. Doa Seekor Kera

Dalam doa berikut ini, yang disusun oleh seorang bidan, yang diambil dari Majalah Kompas, seekor kera berdoa selayaknya ungkapan doa seorang manusia kepada Allah, yang adalah Allah kita semua, Allah semesta alam. Mari kita dengarkan doa ini, yang sebenarnya mewakili doa dan seruan kita kepada Allah.

Doa Seekor Kera

oleh: Romana Tari (www.kompasiana.com/bidancare) disadurkan kembali oleh Ansel Meo, SVD

Ya Tuhan yang disembah manusia dan semesta,

aku ini cuma seekor kera: seekor kera yang mengamati manusia.
Tuhan kami, kata manusia yang pintar, kami ini nenek moyang mereka,
tapi jujur saja Tuhan: aku tak pernah bangga
, aku bahkan sangat menyesa
li kenapa kami dianggap sebagai nenek moyang mereka.


Tuhan, percuma saja mereka menjadi manusia, bila hatinuraninya tak setulus Hanoman, Raja Kera yang kupuja,

percuma saja mereka jadi manusia, jika kelakuannya seperti Rahwana yang haus kuasa


Aku ingin protes pada Darwin : “Hei arwah pak Darwin di alam baka, sia sia kera berevolusi fisik menjadi manusia, namun mata hati dan nuraninya menjadi buta.”

Wahai Tuhan yang disembah manusia dan semesta


Aku heran dengan manusia, berletih lelah mereka pantang dan berpuasa,
berkali-kali mereka mendatangi Rumah yang mereka buat untukMU untuk berlutut memohon ampunan dosa, bersembah sujud janji bertobat.

Tapi lihatlah tindakan mereka yang tak henti merusakan RUMAH ALAM yang Kauciptakan dengan kuat kuasaMu.

Wahai Tuhan yang disembah manusia dan alam semesta, demi alam yang menjadi rumah bagi semua kami ciptaanMu, isinkanlah aku mendaraskan doa: agar Engkau memberikan kami semua hujan dan matahari secara adil, agar saudara kami manusia tidak merusakan alam ini lantaran napsu untuk menguras semua isi demi mereka sendiri. Tuhan kami berdoa bagi saudara manusia, agar mereka memelihara air, tanah, hutan dan semua binatang di alam ini sebagai saudara serumah, karena sejak Kauciptakan kami semua indah Kaulihat. Amin.


Pertanyaan untuk didiskusikan secara singkat :

a) Bagaimana kera mengungkapkan hubungannya dengan kita manusia?

b) Manakah ‘rumah’ yang dimaksudkan oleh kera tadi dalam doanya?

c) Apa isi doa seekor kera tentang manusia dan rumah mereka bersama?

3.2. Teks-Teks Kitab Suci

Pilihlah teks-teks kitab Suci yang ada yang sungguh berbicara tentang alam semesta sebagai rumah kita bersama yang harus kita pelihara secara bertanggung jawab.

· Kejadian 1, 26 – 28 : Manusia diciptakan Allah

· Kejadian 9, 8-17 : Perjanjian Allah dengan Segala Makhluk

· Yes 43,19-21 : Aku menjadikan segala sesuatu baru

· Rom 8, 19-22: Segala sesuatu ditaklukan di bawah Kristus

· 1 Kor 15-24-28: Segala makhluk sama-sama mengeluh

· Ef 1, 7-10 : Kristus adalah Kepala yang mempersatukan segala sesuatu.

· Yoh 1, 1.3 : Ia menjadikan segala sesuatu

· Maz 19:2-5: Langit menceritakan kemuliaan Allah

Ajaklah para peserta katekese untuk membacakan dan merenungkan sebentar teks-teks Kitab Suci yang mereka pilih. Pilihan teks terakhir Mz 19, 2-5 bisa menjadi bahan pergumulan kelompok yang bisa ditunjukkan dalam rangkuman.

4. Rangkuman

Pelancar kini boleh mengajak peserta katekese untuk melihat hal-hal penting yang mereka temukan dalam pembicaraan mereka bersama, juga inspirasi dari Kitab Suci yang teks-teksnya kita baca. Beberapa hal penting yang hendaknya kita ingat berhubungan dengan tema katekese kita “KELUARGA BERIMAN DAN TUGAS MERAWAT ALAM LINGKUNGAN” adalah sebagai berikut:

a. Kita semua, manusia dan lingkungan adalah satu keluarga, satu komunitas.

Doa seekor kera tadi hanya menunjukkan kepada kita bahwa kita bersama binatang dan makhluk hidup lain adalah satu keluarga yang membentuk komunitas hidup bersama di dunia ini. Sebagai makhluk, kita semua adalah ciptaan Allah, dan oleh Allah kita bersama seluruh alam ini dilihat sebagai baik adanya. Kisah penciptaan dalam Kitab Suci menjelaskan tentang keindahan itu bahwa “Allah melihat bahwa semuanya itu baik”, (Kej. 1,13.18.21 dan 26). Lebih dari itu, Kitab Suci menjelakan juga bahwa orang Israel akhirnya sadar bahwa mereka tak perlu meninggalkan bumi ini untuk mengalami kebaikan Allah dan untuk memuji serta meluhurkan Allah (Mz 19). Bahkan Allah bisa diagungkan oleh seluruh ciptaanNya (Mz.104).

Jadi kita yang hadir di sini mestinya mulai sadar bahwa keluarga kita bukan hanya manusia, tetapi juga ternak, hewan dan alam lingkungan ini. Karena tanpa mereka, hidup manusia tak akan pernah mengalami kepenuhannya.

b. Kita memiliki satu rumah yang sama : Alam Lingkungan yang mesti kita berkati, kita rawat dan kita hidupkan.

Kita semua mendiami satu bumi atau tanah yang sama, yang menjadi rumah bagi semua. Maka manusia sebagai citra Allah, makhluk ciptaan yang paling agung diserahkan tugas oleh Allah untuk ‘mengurus dan memelihara’ bumi beserta alam lingkungan. Manusia akan menunjukkan dirinya sungguh sebagai Citra Allah yang mulia, kalau ia hidup dalam harmoni dengan lingkungan hidup yang dipeliharanya dengan penuh kesadaran, baik dalam relasi dengan sesamanya maupun dengan alam sekitarnya.

Melihat lingkungan hidup atau ekologi sebagai rumah, sebenarnya cocok dengan arti kata ekologi di mana asal kata Yunaninya yakni oikos itu sendiri berarti rumah. Jadi kalau kita manusia diminta untuk memelihara alam lingkungan, kita sedang merawat, mengurus dan memelihara rumah kita sendiri. Dan tugas itu adalah tugas yang diserahkan kepada kita manusia oleh Allah Pencipta kita.

c. Ketika kita merusakan rumah hidup kita, kita berdosa dan karenanya kita perlu bertobat

Sebagai Gereja, yang sesungguhnya telah dikuduskan Allah, kita dan keluarga keluarga kita juga tak selamanya setia. Kepercayaan dan berkat yang diberikan Allah tidak kita tanggapi dengan setia. Juga perintah untuk merawat bumi ini kita langgar, oleh berbagai bentuk dosa dan pengrusakan terhadap tanah, terhadap air, terhadap hutan, terhadap laut. Ini semua karena ada kekuatan jahat di bumi ini. Dan dosa dan kekuatan jahat ini telah membuat manusia tidak harmonis lagi dengan sesamanya, dengan alam dan tentu saja dengan Tuhan.

Dosa yang kita buat bisa menyata dalam bentuk saling benci dan saling bunuh antara manusia, hubungan yang janggal antara wanita dan pria, hubungan tak syah dalam keluarga, yang sebenarnya merusakannya hubungan harmoni dengan alam. Dan kitab Suci memperkenalkan juga adanya bencana alam, sebagai bentuk atau cara Allah mengembalikan keutuhan ciptaan dan alam ini.

Dari dosa-dosa terhadap manusia, alam dan terhadap alam inilah kita manusia mesti bertobat dan membaharui diri kita.

d. Upaya pertobatan nyata adalah menghidupkan lingkungan dengan mulai menyadarinya pentingnya memelihara alam lingkungan kita sebagai tindakan beriman, dan menata kehidupan kita dengan memperhatikan keselamatan alam semesta ini mulai dari dapur kita, rumah kita, pekarangan kita, kebun kita dan lingkungan di mana kita hidup:

· Kita perlu sadar terus menerus tentang perlunya hidup serta lingkungan yang sehat : Hidup sehat itu beserta lingkungan sehat yang dijaga dan dirawat adalah satu sikap iman. Dan ini hendaknya didoakan, diberkati dan menjadi bagian cara hidup Gereja. Gerakan cinta air, gerakan membuang sampah pada tempatnya, gerakan tanam pohon haruslah menjadi cara gereja dan anggotanya untuk terlibat dalam upaya memelihara lingkungan.

· Menata kebiasaan hidup yang lebih akrab lingkungan dan sehat serta berpihak kepada petani:

Misalnya daripada membeli beras kita muali saat ini membeli padi, agar dari hasil padi itu, kita bisa menghidupkan semua; manusia memakan nasi (beras), hewan memakan dedaknya, dan dedak kasarnya dijadikan pupuk organik yang baik untuk tanah dan tanaman. Dengan cara ini petani-petani padi kita mulai hidup dan mereka akan lebih bertanggung jawab mengembangkan padinya sebagai sumber pangan bagi rakyatnya.

Kita juga mulai bisa mulai menggunakan kelapa sebagai bahan kebutuhan harian kita, yang akan melayani kepentingan kita akan minyak kelapa buat goreng dan ampas kelapa sebagai pakan utama ternak yang berprotein tinggi.

Kita juga diajak untuk memperhatikan sampah-sampah yang kita produksikan di rumah keluarga kita, di sekolah. Yang organik agar dipisahkan dari yang tidak organik seperti plastik, besi, baterei, agar dikumpulkan kembali dan tidak dibiarkan dibuang begitu saja di hutan, di kali/sungai. Bahan organik bisa kita pakai lagi untuk menjadi makanan ternak, makanan ikan, sedangkan yang tidak organik tadi bisa didaur ulang.

5. Rencana Tindakan dan Penutup

Berdasarkan hal-hal yang bisa kita bicarakan dalam katekese tadi, kini kita bicarakan bersama :

Bagaimana cara kita untuk secara nyata terlibat dalam memelihara dan merawat lingkungan hidup sebagai Rumah Keluarga kita?

Ungkapkanlah secara jelas rencana praktis, yang langsung dapat dibuat oleh peserta langsung setelah kegiatan katekese.

Dan tutuplah pertemuan dengan doa atau lagu bersama, baik lagu rohani maupun lagu lainnya dengan tema alam atau lingkungan hidup.

Copyright © Ledalero, 20 April 2011, by Anselmus Meo SVD

dalam Rangka Live In Frater SVD Ledalero ke Wangka dan Detukeli.

Saturday 2 April 2011

09. PASTORAL PERTANIAN - SALAH SATU MODEL PASTORAL YANG PEDULI LINGKUNGAN

Catatan:

Tulisan ini disajikan pada Acara BERANDA ROHANI di Radio Sonya FM Maumere, pd Minggu 03 April 2011, jam 18.00-20.00 WITA.

Pengantar – Pilihan untuk Menghidupkan Komitmen Misioner akan Eco-Pastoral.

Baru sebulan yang lalu, tepatnya 1 Maret 2011, dalam diam dan dinginnya Mataloko di Kecamatan Golewa, Kabupaten Ngada, bersama sekelompok orang yang setia menjabarkan semua rencana dan cita-cita untuk mengembangkan pertanian organik, saya memberkati peternakan babi serta taman tani lestari, dalam sebuah upacara sabda yang hikmad, dalam suasana inkulturasi yang kental. Nama yang diberikan kepada upaya ini sudah ada sejak 10 tahun silam, “SESAWI” – berinspirasi pada nama tumbuhan yang bijinya paling kecil di antara semua jenis pohon, dalam perumpamaan Yesus tentang Kerajaan Allah. Taman Tani Lestari Sesawi – itulah nama kegiatan yang adalah satu gerakan dan komitmen untuk mengembangkan pertanian organik – salah satu pola pertanian yang peduli lingkungan, menyehatkan dan sebenarnya murah biayanya.

Tetangga di sekitar tempat itu bilang, “Pastor ini urus bisnis bersama keluarganya”, dan saya tidak balas kata mereka. Berulangkali saya bilang kepada mereka yang bekerja bersama saya, “Saya buat ini bukan untuk menyaingi apa yang orang buat. Tapi yang kita kerjakan ini adalah langkah untuk menghidupkan kembali semangat para misionaris yang dikuburkan di tengah kita, yang memilih pertanian sebagai satu pendekatan pastoral yang menyapa umatnya, karena petanilah yang paling sering kita jumpai dalam pelayanan pastoral kita dan dari pertanianlah kita hidup. Dalam kenangan akan mereka seperti Pater Hubertus Hermens SVD, Pater Herman Scholte SVD, Pater Mommerstag SVD, Pater Ben Baack SVD inilah, saya coba menghidupkan pilihan pastoral yang peduli lingkungan hidup, “Eco-Pastoral” – mulai dari sawah, kebun, kandang hewan, tambak ikan hingga kepada ruang kuliah serta berbagai pertemuan. Pastoral dengan pemikiran seperti ini memang harus dikembangkan sekarang ini, karena paham kita sekarang tentang keselamatan, bukan hanya menyangkut keselamatan jiwa dan keselamatan rohaniah, tetapi keselamatan yang menyangkut jiwa dan raga, menyangkut manusia maupun alam di mana dia berada.
Karena itu karya pastoral kita yang lebih tepat sasar dewasa ini sebenarnya harus ditunjukkan juga melalui perhatian pastoral yang lebih seimbang dan tak terpisahkan antara pelayanan kepada manusia dan juga pelayanan kpada alam lingkungan hidup. Eco-pastoral mencoba untuk menghidupkan komitmen untuk membina hubungan baik antara manusia, hubungan baik antara manusia dengan alam lingkungannya sesuai dengan maksud Allah yang telah menciptakannya. Ini adalah sebuah pilihan dalam karya pastoral Gereja, karena kita sebagai Gereja sadar akan kedosaan kita dan ingin ditebus dari dosa itu. Dan penebusan dan keselamatan yang demikian, harus memperhatikan konteks pastoral. Kalau mau selamat bukan hanya di masa yang akan datang, tetapi selamat di dunia ini, kita mesti mampu menilai, menghargai dan memperlakukan sesama ciptaan baik manusia maupun alam sebagai lingkungan hidupnya yang wajar.
Jadi peduli dengan Eco - Pastoral sama artinya dengan peduli dengan keselamatan kita baik keselamatan akhirat maupun keselamatan di dunia ini, untuk manusia dan alam yang menghidupkan manusia itu. Ini pilihan pastoral yang tidak hanya bicara tentang pemeliharaan jiwa-jiwa, tetapi pemeliharaan jiwa dan badan, memperhatikan kesejahteraan jiwa untuk keselamatan eskatologis tetapi juga kesejahteraan badan karena kita masih ada di bumi dengan semua urusannya.

Mengapa Memilih Peduli dengan Pastoral Pertanian?

Menyebut pertanian, saya pikir bukan soal petani semata-mata. Orang-orang yang mengerti tentang pertanian, pasti akan segera menyebut semua sub sektor yang dinaungi oleh pertanian ini, yaitu, pertanian, peternakan, perkebunan dan perikanan secara khusus perikanan air tawar. Semua yang disebutkan ini menghasilkan apa yang kita kenal sebagai pangan, makanan, yang tanpa dia kita semua tak bisa hidup. Jadi sebenarnya memilih sebuah model pastoral terapan di bidang pertanian adalah pilihan untuk memperhatikan secara khusus persoalan pangan dan penyediaannya sebagai satu karya pastoral. Dan kalau saya bilang itu karya pastoral, itu artinya suatu karya kegembalaan, karya untuk memelihara, karya untuk memperhatikan untuk menyelamatkan sesuai dengan Kehendak Tuhan kita sendiri. Karya ini tidak lain adalah upaya kita orang beriman untuk menghadirkan, melanjutkan dan mengembangkan karya Yesus Kristus demi menyelamatkan manusia dan alam lingkungannya. Yesus itu bukan hanya penyelamat manusia, tetapi kita sebut sebagai Raja Semesta Alam, penyelamat manusa dan alam semesta. Jadi kita mesti perhatikan pertanian, karya untuk menyediakan pangan ini sebagai satu karya pastoral, karena Yesus Kristus yang kita imani itu menjadi Roti Hidup, Makanan Abadi, Ekaristi yang menjadi sumber dan puncak hidup Gereja.

Menjadikan pastoral pertanian sebagai sebuah model karya pastoral karenanya hemat saya adalah sebuah pilihan vital yang mesti dikembangkan gereja lokal di wilayah ini, yang telah menghabiskan ratusan juta rupiah untuk berbicara tentang Pastoral Pembebasan dan Pemberdayaan sebagai strategi pastoralnya. Kenapa menjadi pilihan vital? Saya rasa secara mudah kita akan bilang, “Mayoritas umat kita adalah petani, yah … wajar sekali kalau kita menjadikan pastoral pertanian sebagai pilihan yang menyapa mereka.”

Adakah inspirasinya? Dan apa saja yang perlu dilakukan?

Kembali kepada misionaris yang saya sebut tadi, secara khusus Pater Hermens SVD. Saya mengenal dia ketika masih kecil hingga saya frater, merasakan perhatiannya yang begitu besar terhadap pertanian, secara khusus persawahan di wilayah Ngada bagian Selatan, bernama ZaA di kecamatan Golewa. Tentang proyek besar ZaA ini, dia bilang, “Saya punya visi dan rencana besar yang jelas. Saya akan keluarkan uang dari saku orang-orang yang dukung saya dan dari sakunya pemerintah. Saya akan pakai kekuatan kemajuan teknologi bersandingan dengan budaya lokal. Dan bersama dengan umat yang dukung karya ini, saya akan membuat karya besar ini sebagai karya yang berguna, tahan zaman dan dinikmati banyak orang.” Apa yang terjadi kemudian? ZaA menjadi satu karya yang menghidupkan ribuan orang dan bertahan hingga kini. Dan tiada hari, tiada pertemuan, tiada doa yang tidak ingatkan umatnya tentang proyek ini. Bagi Pater Hermens, pertanian adalah metode pastoral yang menyapa umatnya.

Berkisah tentang pilihan seperti dia, saya mau bilang bahwa menjadikan patoral pertanian sebagai pilihan harus mulai dengan visi yang kuat dan jelas. Visi itu berkaitan dengan dasar tindakan: dasar ilmiah, dasar spiritual, rohaniah, dasar pastoral dan dasar budaya. Itulah yang sekarang saya perkenalkan di ruang kuliah, di tempat kursus, di tempat pertemuan, di internet, di radio. Untuk apa? Agar orang tahu, dan melalui sekelompok orang yang punya minat dan keahlian, kita mulai bekerja dan mengembangkannya. Maka di sini kita butuh kader-kader terlatih, terdidik dan yang mencintai bidang ini. Ini sulit tetapi harus dibuat. Dan saya kirimkan anak-anak muda ke Bogor, mungkin nanti ke Bali juga. Saya berkontak dengan orang ahli pertanian, ahli ternak, ahli perikanan. Saya libatkan mereka semua yang hebat dalam bidang ini untuk bantu, dan menjadikan visi ini sebagai kesempatan buat mereka mewujudkan impian mereka.

Cukupkah itu? Tentu saja belum cukup. Langkah berikutnya ialah jelaskan visi ini kepada yang punya uang, mereka yang punya modal, dan mereka yang memutuskan. Kepada siapa? Yah … siapa lagi kalau bukan orang seperti teman, sahabat dan tentu saja pemerintah. Mereka ini punya kuasa, mereka punya uang, mereka punya kepentingan, entah kepentingan bisnis, politik maupun kepentingan jual imij. Kita jelaskan visi ini kepada mereka. Dan minta mereka, beri jaminan kepada mereka agar mereka beri uang mereka.

Hal yang sama juga kita jelaskan kepada lembaga keuangan. Yang ini saya ingatkan saja, dengan bank, kita mesti punya jaminan. Bank tak akan beri modal tanpa jaminan. Dan sialnya di wilayah ini ‘orang miskin’ tak bisa pinjam dari bank, biar mereka bilang bisa atas nama Kredit Usaha Rakyat (KUR), jangan percaya dulu. Mengingat upaya para misionaris di wilayah ini secara khusus pater Ben Baack SVD, saya anjurkan, kalau kita miskin, kita masuk jadi anggota koperasi kredit, CU. Saya sendiri masuk anggota CU Sube Huter di Nita, rajin simpan dan rajin pinjam. Buat apa? Karena ini juga bagian dari konsep eko-pastoral. Saya pinjam dari CU. Saya pernah duduk tiga jam di kantor direktur utama sebuah bank di Flores ini, berdiskusi, dijanjikan pinjaman untuk usaha ternak, tetapi sampai saat ini kredit dimaksud tak pernah keluar. Apa soalnya. Saya kira karena dia anggap bahwa “pastor ini miskin sehingga pasti dia tidak bisa kembalikan pinjamannya. Ia tak punya jaminan".

Berikutnya, uang boleh ada, modal boleh berlimpah, itu tidak akan jalan kalau tak ada teknologi yang mudah diterapkan, teknologi aplikatif. Teknologi dan mesin-mesin, orang ahli dan terlatih, tetapi tetap serasi dengan nilai adat dan budaya setempat serta akrab lingkungan, peduli dengan semua yang ada di sekitarnya. Maka saya kirim orang ikut pelatihan pertanian organik, pelatihan untuk pertanian kultur jaringan (permakultur), pelatihan untuk perikanan, saya kirimkan anak untuk kuliah pertanian, perikanan, dan mereka yang mau magang di teman-teman yang mau bantu. Dan untuk orang sederhana saya datangkan juga orang untuk buat pelatihan di tempat mereka.

Ini semua adalah langkah-langkah yang perlu dibuat, kalau mau kembangkan pastoral pertanian sebagai satu pilihan pastoral di wilayah ini.

Bagaimana eco-pastoral itu bisa dijalankan secara sederhana?

Nama eco-pastoral memang tidak sederhana. Tapi sebenarnya kita bicara hal yang ada di depan mata kita. Saya bicara hal yang sama ini kepada mahasiswa saya. Sederhananya ialah bagaimana kita pikir, kita rencanakan dan kita laksanakan dalam pastoral kita berhubungan dengan tanah atau bumi kita ini? Berhubungan dengan air? Berhubungan dengan hutan dan daerah perlindungan laut? Berhubungan dengan kesadaran lingkungan yang bersih dan sehat, sampah, jalan di paroki, di kota dan desa? Saya punya teman Romo Arkadius Dhosa Pr di Habi sana sudah mulai di sana, besar-besaran pula. Ia masuk kebun jagung, urus air, itulah bentuk konkritnya.

Dalam hubungan dengan pertanian, bagaimana Gereja dalam hal ini fungsionaris pastoralnya masuk kebun, sawah, peternakan, tambak ikan, juga pesisir pantai untuk berpastoral di sana? Jangan sampai pastornya masuk ke sana untuk tagih uang iuran saja dan tak pernah ada di sana untuk memberkati benih, memberkati panen. Kalau memberkati saja tidak, bagaimana bisa harapkan agar fungsionaris pastoralnya beri masukan, undang orang ahli untuk bantu petani, peternak, urus soal hukum dan gerakan massa untuk meminta pemerintah untuk perhatikan petani dan hak-haknya.

Contoh-contoh sederhananya?

Saya beri beberapa contoh sederhana ini: Kalau kita lihat Maumere atau Sikka ini, kelapanya bukan main banyaknya? Tapi coba pergi kunjungi dapur-dapur di sini? Minyak goreng apa yang ada? Pasti bukan minyak kelapa yang digunakan. Yang ada minyak bimoli. Dari apa bimoli dibuat? Kelapa sawit. Adakah kelapa sawit di sini? Tidak ada. Kalaupun ada hanya di depan kantor bupati lama itu. Jadi kita beli minyak bimoli, kita kirim uang yang sudah sedikit di Flores ini kembali ke Jawa, Sumatera, Kalimantan. Saya mulai dengan buat minyak kelapa. Bahannya ada, minyaknya untuk kita pakai sebagai minyak goreng yang sehat, minyak kelapa murni untuk sembuhkan banyak penyakit, dan ampasnya untuk makanan babi yang kadar proteinnya sampai 21 %.

Lain lagi dengan soal sawah untuk tanam padi. Saya ajak teman-teman yang piara ternak seperti ayam, babi, itik untuk tidak membeli beras untuk memenuhi kebutuhan mereka akan makan nasi, tetapi beli padi. Kenapa beli padi. Dengan beli padi, saya promosikan petani untuk usahakan padi sebagai produk pertaniannya. Dari padi, kita jemur lalu kita giling. Berasnya untuk kita jadikan nasi, dedak halusnya untuk makanan ternak dengan kandungan protein 12 %, lalu dedak kasarnya sebagai bahan utama untuk pembuatan pupuk organik. Belum lagi dedak kasar untuk buat batu merah untuk bangunan. Untuk petani sendiri, tanam padi kita padukan dengan ternak, dengan ikan. Batang padi setelah panen, potong dia, masukkan di gudang, buat dia jadi pakan ternak, jadi media kolam ikan. Belum lagi metode tanam padi dengan Sistem Intensifikasi (SRI). Bibit sedikit, air tak butuh banyak, pupuknya pake kotoran hewan, inseksisidanya dari daun-daun setempat, dan tak pusing dengan penyiangan. Belum lagi tentang konsep terpadu mengelola pertanian, peternakan dan perikanan di lahan yang sempit.

Contoh lain, tentang soal sampah. Keuskupan Jakarta itu buat gerakan hidup bersih dan sehat dengan menjadikan soal sampah sebagai pintu masuk pastoralnya. Kita bisa menjadikan juga soal sampah ini sebagai pilihan pastoral. Bagaimana bentuknya? Harus mulai dengan penyadaran tentu saja, lalu diikuti dengan memperlakukan sampah dengan benar demi hidup sehat. Pisahkan sampah organik, metal, plastik dan perbiasakan itu mulai di rumah tangga, di sekolah, di kantor. Buat sticker dan tempel di tempat sampah. Lalu yang organik, olah dia jadi pupuk, jadi makanan ternak, makanan ikan yang pada gilirannya kita nikmati hasilnya. Maka sampah jadi peluang usaha jadinya.

Bisakah ini dijalankan? Ya, pasti bisa, kalau kita ada massa, ada di lapangan. Saya tak bisa buat sebagai satu gerakan yang terlihat orang, karena saya bukan pastor paroki, saya tak punya umat. Lebih celaka lagi, kalau orang seperti kami ini dilihat tak bisa buat banyak karena ada di lembaga pendidikan. Makanya via sekelompok orang muda, dengan bantuan jaringan baik via telpon maupun via internet, saya sebarkan ide ini. Ada di mana? GUBUK PASTOR TANI. Di sana kita bisa bertemu, di sana kita lihat foto kegiatan lapangan yang sederhan, kecil tetapi jadi dan bermanfaat. Seperti SESAWI. Kecil memang, tetapi dalam pertumbuhannya, ia sudah memberi manfaat. Harapan saya tentu saja, kalau ia bisa bertumbuh jadi pohon, akan ada banyak burung, manusia, yang bernaung di sana.

Copyright © Ledalero, 02 April 2011, by Ansel Meo SVD