SELAMAT DATANG DI GUBUK KAMI


Sekali waktu di bulan Agustus 2010, saya mampir dan mengunjungi Pastor Ernst Waser, SVD, seorang misionaris Swiss yang bertugas di Paroki Wangkung, Keuskupan Ruteng, Manggarai - Flores. Tatkala berpamitan dengan beliau, pastor yang sederhana ini berjabatan tangan dengan saya sambil berucap, "Engkau anak petani, saya juga anak petani. Jangan pernah engkau tinggalkan mereka dan mari kita bersama membangun petani!"


Kami memang berbincang tentang petani, anak petani, kursus pertanian dan pendidikan petani. Tentu tak sekedar mengobrol tentang karya yang satu ini. Tapi saya melihatnya sebagai karya yang sungguh vital dalam karya Gereja. Bicara tentang pertanian, kita sentuh tentang soal pangan. Dan tanpa pangan tak ada kehidupan. Gereja sendiri mendasarkan kehidupannya pada PANGAN ABADI, EKARISTI. Yesus Kristus yang memberikan diri dan hidupNya sebagai sumber pangan abadi manusia inilah yang meminta kita untuk berpihak dengan petani dan karya pertanian.


GUBUK PASTOR TANI ini kami harap menjadi tempat beristirahat sejenak, untuk berbincang bersama petani, dan menggali sumber kekuatan karya ibu kehidupan ini dari Sumbernya yang pertama, Allah sendiri.
Selamat datang ke Gubuk kami dan ajaklah sahabatmu mampir sejenak.

Tuesday 23 November 2010

6. HUTAN BAKAU : TAMAN KEHIDUPAN YANG MENJEMBATANI KEHIDUPAN DARAT DAN LAUT

Akong dan Upaya Pelestarian Hutan Bakau

Pembicaraan Baba Akong di siang hari nan terik itu, memang masih banyak yang perlu disimak dan diamini kebenarannya. Ketika ditanya oleh para mahasiswa, apakah bakau itu hidup di air ataukah di darat, ia menimpa, "Saya mesti mengatakan bahwa bakau itu bisa hidup di air dan di daratan. Pengalaman saya sendiri, bakau sebenarnya adalah tanaman darat."


Merefleksikan lebih lanjut pernyataannya, Pater Aleks Jebadu SVD menunjuk pada lokasi di mana bakau ditanam sekarang, "Lihat di sini dulu ditanam banyak kelapa, yang sisa-sisa batangnya masih terlihat di sini. Untung bakau di tanam lagi, sehingga daratan bertambah lagi dan abrasi yang disebabkan oleh air laut bisa diatasi."


Hutan Bakau : Taman yang menjembatani dua kehidupan


Kehidupan di hutan bakau sesungguhnya sangat unik. Kedua lingkungan kehidupan baik kehidupan daratan dan kehidupan laut bisa ditemukan dalam kehidupan di sebatang pohon bakau. Makhluk hidup daratan menduduki bahagian atas pohon bakau, sedangkan di bagian pangkal tumbuhan tersebut terbentuk habitat untuk kehidupan laut. Makhluk hidup daratan tidak memperlihatkan adaptasi yang khas untuk hidup di kawasan hutan bakau. Ini adalah disebabkan oleh kenyataan bahwa makhluk itu hidup di bahagian atas tumbuhan bakau. Sedangkan makhluk laut yang hidup di sini bisa dibagi atas dua kelompok, yaitu binatang yang menduduki substrat keras seperti akar sokong pokok bakau dan binatang yang mendiami tanah berlumpur di hutan bakau. Kumpulan binatang laut yang dominan di hutan bakau ialah siput, ketam, udang serta beberapa jenis ikan-ikan yang aneh. Kawasan ini sesungguhnya taman kehidupan yang menjadi tempat kehidupan berbagai spesies baik darat, udara dan laut. Bagi binatang laut seperti udang dan ikan, kawasan ini adalah kawasan pembiakan di mana binatang-binatang muda mengalami lingkungan yang aman, kaya makanan sebelum mereka beralih ke laut lepas.
Secara ekologis, hutan bakau memainkan peranan yang amat penting. Bila kita memperhatikan lingkungan hutan bakau, ia merupakan satu ekosistem yang sangat produktif. Lingkungan yang kaya ini menyokong rantai makanan kehidupan yang amat beragam yang terdiri daripada ikan, krustasea, burung, mamalia kecil dan hewan-hewan eksotik lainnya. Sumber dan bahan organik yang terbentuk di kawasan hutan bakau turut disebarkan ke lingkungan yang berberdekatan dengannya. Hutan bakau juga berperanan sebagai kawasan pengembangbiakan berbagai organisme. Di samping itu, kehadiran hutan bakau di tepi laut turut melindungi kawasan-kawasan pinggir laut daripada ombak dan arus yang besar.

Hutan Bakau untuk Kehidupan Laut

Kehidupan di planet bumi sesungguhnya mesti bersyukur kepada laut dan ekosistemnya. Karena itu sangat wajar bahwa kita manusia berkewajiban untuk menjaganya, yang harus kita mulai dengan menanam kembali bakau sebagai karya nyata penyelamatan itu.

Mengapa demikian? Karena kemampuan laut menyerap CO2 akan berkurang jika ekosistem laut banyak mengalami kerusakan seperti rusaknya terumbu karang dan hutan bakau. Terumbu karang tak ubahnya bagaikan rumah bagi makhluk laut. Demikian juga halnya dengan hutan bakau, adalah rumah bagi makhluk2 laut yang hidup di dekat pantai. Tanpa terumbu karang dan hutan bakau, perlahan-lahan ekosistem laut akan terancam kelangsungan hidupnya sehingga sumber makanan laut yang dapat diperoleh oleh para nelayan pun akan jauh berkurang.
Jika terumbu karang dan hutan bakau telah rusak, untuk bisa merehabilitasinya diperlukan waktu yang sangat lama dan biaya yang tidak sedikit. Untuk itu marilah kita sama-sama menjaga kelestarian lingkungan kita dan merawatnya dengan penuh rasa tanggungjawab.


Melestarikan Hutan Bakau dan Ekosistem Laut dan Karya Pastoral


Menyimak betapa pentingnya peranan hutan bakau bagi kehidupan manusia, maka upaya nyata untuk memperhatikannya harus menjadi komitmen pastoral Gereja. Kalau sejenak merefleksikan misteri penciptaan alam semesta, tatkala daratan dipisahkan dari air dan laut, maka Tuhan pasti memiliki rencana yang sangat mulia dengan menyediakan secara sengaja wilayah antara yang disebut sebagai pesisir, yang di wilayah kita tentu diperkaya dengan kehadiran hutan bakau dan ekosistem yang ada di dalamnya. Itulah sebabnya kitab suci menggambarkan dengan ungkapan yang indah, "Allah melihat semuanya itu baik adanya."


Dari semula semua diatur baik dan indah oleh Allah untuk kepentingan kehidupan, entah itu kehidupan di laut maupun yang ada di darat, yang pada akhirnya diperuntukan bagi manusia. Makanya perintah Allah untuk mempergunakan alam yang baik pada awalnya ini, mesti disertai dengan tanggung jawab untuk menjaga kelestariannya. Dan inilah tindakan beriman dari orang-orang yang mengakui Allah sebagai Tuhan kehidupan mereka.


Selain pokok di atas, pelestarian hutan bakau berhubungan erat dengan pilihan keberpihakan Gereja dan Tuhan kita atas orang-orang kecil dan sederhana yang hidup di wilayah garis pantai. Mengamati kenyataan kehidupan masyarakat pesisir di wilayah kita yang pada umumnya miskin, kita sebagai orang beriman tidak boleh diam. Kita mesti terlibat. Dan sama seperti reboisasi hutan di daratan berguna untuk kehidupan masyarakat di daratan, maka upaya menghutankan kembali bakau adalah pilihan nyata tindakan iman kita untuk memberikan kemungkinan hidup yang lebih baik buat saudara-i kita masyarakat pesisir.


Dengan menanam bakau, kita menciptakan taman kehidupan untuk ikan, hewan daratan, burung udara dan pada akhirnya memberikan sumber kehidupan bagi saudara-saudari kita di sana. Dan hasil kerja mereka juga menjadi sumber kehidupan buat kita.


Maka tindakan seorang Baba Akong di lokasi pembibitan dan penanaman bakau yang dikelolanya adalah tindakan pastoral, karena ia melanjutkan karya Tuhannya untuk menyediakan sumber kehidupan bagi sesamanya. Akong adalah tokoh iman yang bersama Tuhan berusaha menciptakan hutan bakau sebagai taman kehidupan di perbatasan, darat dan laut. Dan belajar dari seorang Baba Akong dan upayanya melestarikan bakau adalah kesempatan belajar tentang kehidupan yang peduli dengan alam, dengan manusia dan dengan Allah.


Copyright © Ledalero, 24 Nopember 2010, by Anselmus Meo SVD

Saturday 20 November 2010

5 .BAKAU UNTUK KELESTARIAN ALAM DAN HIDUP

FOTO - BAKAU UNTUK KEHIDUPAN


Sengatan panas mentari di wilayah pantai utara Kabupaten Sikka siang itu tak menyurutkan semangat para mahasiswa STFK Ledalero untuk mendatangi lokasi penanaman bakau di wilayah Magepanda, Sikka. Menggunakan 2 buah truk milik Seminari Tinggi SVD Ledalero, Maumere, tidak kurang 65 orang mahasiswa semester VII yang tinggal di berbagai konvik seperti para frater SVD Ledalero, frater projo Ritapiret, frater Karmel, frater Rogasionis, frater Scalabrinian serta rekan-rekan mereka yang awam pada hari Sabtu, 20 Nopember 2010 mengadakan kegiatan menanam bakau di lokasi yang dikelola oleh Baba Akong di Magepanda. Mereka didampingi oleh para Pembina mereka yang memang cinta pelestarian alam, Pater Feliks Baghi SVD, Pater Aleks Jebadu SVD dan penulis sendiri, Pater Ansel Meo SVD.

“Menanam bakau bukan sekedar untuk kepentingan perlindungan terhadap abrasi dari laut, tetapi untuk melindungi kehidupan,” kata Baba Akong di awal kuliah praktis bagi para mahasiswa STFK yang mengunjunginya siang itu. “Saya telah mengusahakannya sejak tahun 1993, bersama isteri dan anak-anak saya. Saya mencintai usaha dan hobi ini dan menjadikannya pilihan karya dan pelayanan saya untuk masyarakat dan untuk dunia,” lanjut bapak yang sudah nampak tua dan sakit-sakitan ini. Betapa tidak, kecintaannya kepada bakau telah membawa dia pula ke berbagai pelosok Indonesia untuk menanam bakau dan daripadanya ia memperoleh penghargaan Kalpataru di bidang lingkungan hidup.


Kegiatan penanaman bakau tak berlangsung lama, sekitar dua jam saja dan para mahasiswa serta pembinanya membawa masing-masing 3 pohon anakan bakau yang telah dikoker rapi oleh Bapa Akong dan menanamnya sesuai dengan petunjuk Baba Akong yang telah menjadi nara sumber tentang budi daya bakau ini bagi banyak kalangan. Bakau – bakau yang telah ditanamnya memang telah menjadi hutan bakau. “Di sini dulu tak ada nelayan yang mencari ikan, tetapi berkat bakau, ikan-ikan mulai banyak lagi dan para nelayan makin banyak yang mencari mata pencaharian di sini,” katanya sambil menunjuk puluhan perahu dan motor ikan milik para nelayan di teluk di hadapan kami.

Tanaman Bakau adalah tanaman yang hanya dapat kita temui temui di sekitar pantai. Tanaman ini memiliki beberapa jenis, yaitu:

1. Rhizophora : Rhizophora adalah tanaman bakau yang memiliki ciri-ciri: buahnya panjang tetapi akarnya ada yang menusuk ke dalam tanah dan menjalar di permukaan tanah.

2. Siapi-api : Siapi-api, dinamakan begitu karena akar tanaman bakau yang satu ini menjulang ke atas permukaan tanah menyerupai api, selain itu ternyata walaupun berakar panjang tetapi buah tanaman ini hanya sebesar kacang mededan memiliki rasa pahit, namun di orang-orang di pulau jawa mengolah buahnya menjadi keripik siapi-api dengan merendam buahnya selama 2 hari dengan air garam untuk menghilangkan rasa pahitnya, sehingga keripiknya dapat membuat konsumen merasa senang untuk mengkonsumsinya.

3. Pidada : Pidada, adalah bakau yang hanya dapat tumbuh, atau hanya dapat kita jumpai di sekitar sungai, maka bakau ini juga dinamakan bakau sungai. Ciri-cirinya, yaitu: daunnya pendek dan tipis, buahnya mirip seperti buah tomat, buah pohon bakau pidada dapat dikonsumsi oleh para monyet, namun tidak dapat dikonsumsi oleh manusia.

Tentang manfaat Hutan Bakau yang memiliki peranan penting bagi kehidupan kita, baba Akong berujar, “manfaat tanaman bakau memang banyak dan itu diperuntukan bagi kita. Beberapa manfaat yang bisa saya sebutkan, yaitu: mencegah abrasi pantai, menambah daratan, menyerap bahan kimia berbahaya yang ada di air sehingga air dapat dikonsumsi dan tidak mengandung racun, mencegah air laut masuk ke daratan sehingga mencegah banjir rob, dan sebagai tempat berkembang biak bagi para ikan laut. Bakau bisa menjadi perisai alam yang hebat bagi hidup kita dari serangan keganasan laut seperti tsunami, badai dan lain-lainnya,” kata Akong, penerima Kalpataru di bidang lingkungan hidup ini.
Ia masih menambahkan tentang kekhasan hutan bakau, katanya, “Indonesia sangat kaya dengan habitat hutan basah. Hutan basah yang sangat potensial adalah hutan bakau. Hutan diperbatasan darat dan lautan ini sering juga disebut sebagai hutan mangrove. Dinamai begitu karena jenis pohon bakau (rhizophora sp) dengan akar-akarnya yang khas mencuat dari permukaan air. Selain pohon bakau masih banyak jenis pohon dan tumbuhan lain yang ditemukan dikawasan hutan bakau.”

Memang benar. Ekosistim hutan bakau sangat unik, sebab meliputi tiga kawasan yaitu daratan, pantai, dan laut. Hutan bakau terdapat didaerah pasang surut sekitar muara sungai-sungai besar, dan dipantai pasang surut. Hutan bakau hanya ada dikawasan tropis sampai sub tropis dibelahan bumi utara dan selatan.

Tumbuhan bakau sangat khas , karena mampu beradaptasi dalam lingkungan yang kadar garamnya sangat tinggi akibat pasang surutnya air laut. Hutan bakau didaerah muara sungai bisa sangat lebat dan luas, dibanding hutan bakau pada pesisir yang bukan muara sungai.

Copyright © Ledalero, 20 Nopember 2010, by Anselmus Meo SVD

Monday 11 October 2010

4. TANAH DAN AIR UNTUK PEMBEBASAN DAN KESELAMATAN

Catatan Pengantar :


Bagi umat Paroki Habi, Keuskupan Maumere, tanggal 4 Oktober 2010 barangkali menjadi momen penting dalam sejarah paroki ini, ketika pilihan pastoral mereka diletakan di atas dasar kokoh dengan menempatkan tanah dan air sebagai sarana menuju pembebasan dan keselamatan.


Pengasuh Gubuk Pastor Tani berkesematan untuk menemui sang gembala tani, pastor paroki dan meminta beliau untuk memuat kata sambutannya ketika panen kebun jagung dan pemberkatan 13 sumur bor di wilayah ini. Berikut ini kutipan lengkap sambutannya.

Foto-Foto : Irigasi dan Kebun di Paroki Habi



Sambutan Pastor Paroki Habi
(Senin, 4 Oktober 2010)

Rm.Arkadius Dhosando,Pr

Syukur kepada-Mu Ya Tuhan yang menjadikan langit dan Bumi,  sebab Engkau telah memberikan kepada  kami  kehidupan baru. Engkau telah membalik mimpi-mimpi kami menjadi kenyataan. Kini di atas tanah ini, umat kudusMu dapat melihat pembebasan  dan keselamatan. Tiada kata yang mampu melukiskan seluruh sukacita hati kami ketika  melihat jagung-jagung dan sayur mayur yang terus  bertumbuh segar berkat anugerah air yang Engkau berikan. Kami sungguh mengalami mujizat kasihMu di atas bumi paroki Habi ini.
Yang Mulia Bapak uskup maumere, yang saya hormati bapak Bupati dan Wakil bupati Sikka, Yang saya hormati para Muspida Sikka, yang saya hormati para pimpinan SKPD Sikka, yang saya hormati mama Firmina, para imam, bruder, suster, frater dan singkatnya  bapak-ibu saudara-riku para undangan yang terkasih.
Sepenggal doa yang  kami panjatkan pada pembukaan tadi, sebagai bentuk rasa syukur dan trima kasih serta pujian kita kepada Tuhan Yang Maha baik. Pada saat ini  Saya mewakili seluruh umat paroki Habi menyampaikan syukur berlimpah karena doa-doa kita selama ini telah  dikabulkan oleh Allah Bapa Yang Maha Kuasa.   Kami  sadar bahwa Tuhan tidak secara langsung memberi kita makanan dan minuman  tetapi ia memberikan kita air  yang menjadi sumber kehidupan. Sepanjang sejarah kehidupan   manusia, air merupakan bagian yang tak terpisahkan, ia memberikan warna  kepada wajah bumi ini dan menganugerahkan kesegaran kepada  segala  mahluk.
Senada dalam rasa syukur ini, kami ingin menghaturkan limpah terima kasih kepada semua pihak yang dengan caranya masing-masing telah mengambil bagian dalam   proses pengeboran   dan pengerjaan ke 13 titik sumur di wilayah paroki ini. Trima kasih Kepada seluruh jajaran pemerintah, kepada bapak presiden, bapak menteri, gubernur dan trima kasih buat bapak bupati Sikka dan seluruh jajaranya yang telah membantu dan mendukung kami. Kami juga menghaturkan terima kasih kepada bapak Sammy  L Tokoh, pak Vinsen, pak Piter, pak Yance, pak Kons  dan rekan-rekan lainnya melalui  Program pemboran air tanah   telah membantu dan menolong kami dalam proses pengeboran dan Pekerjaan ke 11 titik sumur irigasi serta 2  titik sumur air baku/air minum di wilayah paroki ini. Pada saat ini pak Sammy L Tokoh dan pak piter pimpin P2AT Propinsi NTT-Flores Lembata tidak sempat hadir bersama kita. Mereka sekarang berada di Jakarta sedang memperjuangkan semua permohonan  proposal kita untuk tahun anggaran 2011. Tadi malam dan pagi ini mereka masih menelfon kepada saya agar dalam perayaan misa syukur ini ada intensi khusus buat perjuangan mereka supaya semua permohanan kita untuk tahun 2011 dapat dikabulkan Tuhan seperti tahun 2008, 2009 dan 2010.Trima kasih juga buat mama Firmina yang sejak  awal sampai saat ini selalu berada bersama kami menolong, mendukung dan memberikan perhatian penuh kasih kepada kami di saat kami sedang mengalami kesulitan dan tantangan. Tentu saja, masih ada lagi banyak pihak yang tak dapat kami sebutkan satu persatu dalam sambutan ini. Namun nama dan jasa baik Anda semua selalu kami kenangkan dalam doa-doa kami.
Kami juga tak   lupa menyampaikan terima kasih kepada Yang Mulia Bapak Uskup Maumere dan seluruh rekan imam yang telah mendukung kami untuk berpastoral bersama umat dan DPP di wilayah paroki ini. Kami yakin tanpa dukungan dan doa-doa tiap hari dari bapak uskup dan para imam yang berkarya di wilayah keuskupan ini tentunya kami tak mampu membalik/mengubah mimpi-mimpi kami menjadi kenyataan.
Sebagai manusia yang lemah kami pun menyadari bahwa dalam seluruh rangkaian pengeboran dan pengerjaan ke 13 titik sumur yang berada di wilayah paroki ini tentu saja ada  hal-hal tertentu yang mungkin tidak berkenan di hati kita semua. Maka sebagai pastor paroki Habi dan mewakili  pimpinan P2AT Propinsi NTT serta pimpinan  Flores Lembata kami menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya.
Peran serta pemerintah dan Gereja tentu sangat besar dalam menyukseskan program pembangunan masyarakat. Untuk itu,  sebagai pastor  paroki dan wakil pastor paroki Habi (Rm. Paulus Bongu), kami mengajak umat sekalian; marilah kita membangun kerja sama yang baik dan sehat dengan pemerintah kita maupun  dengan semua pihak dalam mewujudkan kehidupan yang lebih baik,lebih sejahtera lahir batin. Ada begitu banyak program pemerintah yang bertujuan baik, namun jika kita tidak membangun jembatan yang kuat dan relasi yang harmonis dan sehat di antara kita  maka kita akan terus terkurung dalam jeruji dan lilitan gurita kemiskinan kita.
Saya juga mengajak kita semua umat di wilayah paroki ini untuk terus berusaha mengerjakan semua lahan-lahan kita yang sudah dilewati pipa irigasi. Di tempat ini kita sudah mengalami secara nyata bukan sekedar mimpi. Disini kehadiran dan kebaikan Tuhan dialami secara paling nyata ketika kami menyebutnya dalam Koran flores pos terbitan tgl …. oktober 2010 sebagai upaya dan pencapaian kita dalam berteologi di ladang jagung. Oleh karena itu seraya bersyukur atas apa yang telah kita lihat dan kita alami , kami terus mengajak khususnya kepada orang perorangan maupun kelompok yang lahannya telah mendapat aliran air  dari ke ke 4 titik sumur irigasi yang diberkati hari ini supaya terus berjuang agar aliran air kehidupan tidak berhenti mengalir karena sebab2 tertentu yang kita ciptakan sendiri. Anda dituntut lebih untuk menjadi contoh karena telah menikmati hasilnya. Jadilah contoh yang baik bagi sesama rekan petani. Pepatah latin mengatakan “Verba movent sed exempla trahunt= kata2 memang menggiurkan tetapi contoh lebih menarik orang. Kami juga mengajak semua umat paroki Habi untuk terus mengembangkan langkah-langkah pemberdayaan menuju gerakan solidaritas umat yang telah kita canangkan bersama sebagai pilihan pastoral untuk pembebasan dan pemberdayaan umat. Apabila kita mengerjakan dengan semangat Roh, dengan hati dan kemauan baik maka kita pun akan menuai dan menikmati hasil yang baik pula. Saya amat yakin dan percaya bahwa melalui upaya berteologi  di ladang jagung dan gerakan solidaritas umat serta ketika kita mengerjakan semua lahan  dengan sungguh-sungguh maka proses pemberdayaan dan pembebasan umat dari belenggu kemiskinan perlahan-lahan akan diminimalisir/ dikurangi atau diperkecil.
Di hadapan kita hadir Bapak Uskup Maumere dan Bapak Bupati kita yang terkasih. Kami umat paroki habi sangat senang dan bahagia akan kehadiran dua orang nomor satu di keuskupan dan wilayah kabupaten sikka ini. Umat paroki ini perlahan-lahan mulai berpartisipasi dalam menyukseskan program pemerintah, namun kami umat paroki Habi masih sangat membutuhkan pertolongan dan dukungan dari pemerintah di bidang transportasi. Keadaan jalan raya diwilayah paroki kami sungguh sangat  memprihatinkan, kadang  membuat kami agak sulit memasarkan hasil panenan ke kota maumere. Kadang membuat saya, frater dan romo Paulus dalam berpastoral harus tersungkur dan terkapar  di atas jalan raya yang rusak ini. Namun, kami tetap yakin dan percaya bahwa dalam waktu dekat ini pasti bapak bupati/pemerintah sikka pasti akan memperhatikan keadaan dan situasi kami ini. Kedatangan Bapak Bupati sikka hari ini merupakan dukungan yang luar biasa bagi kami sekaligus sebagai cambuk yang mendorong kami untuk mewujudkan kesejahteraan di atas bumi ini.
Ketika Gereja katolik berbicara mengenai pangan, ada yang konkret untuk diungkapkan, yakni keprihatinan pada upaya keberlanjutan akan ketersediaan pangan dan memelihara keutuhan ciptaanNya. Bahwa Allah menciptakan alam dan segala isinya adalah baik adanya. Manusia dengan akal dan budinya mampu membangun sumber pangan. Namun kondisi saat ini, di mana ada satu dari enam orang di dunia ini terancam kelaparan, Gereja Katolik mempelopori Gerakkan Pangan dan Aksi Solidaritas yang lebih nyata.
Dalam sejarah peradaban, manusia memenuhi kebutuhan  sehari-hari. Dengan berburu dan mengumpulkan bahan pangan sesuai dengan kebutuhannya di lingkungan alam kehidupannya. Keberhasilan bio-teknologi dan produksi massa pangan berhasil membangun sumber pangan yang cukup namun pangan dikuasai oleh pemilik modal. Petani justru menjadi buruh yang miskin. Ketidakadilan ini yang dikritisi Gereja Katolik lewat Ensiklik Rerum Novarum Sampai dengan Caritas in Veritate.
Bapak Suci Paus Benediktus XVI dalam Ensiklik Caritas in Veritate menegaskan pembaharuan paham tentang option for the poor dengan menekankan kesediaan tiap orang katolik untuk menyediakan miliknya bagi sesama yang kurang berada. Semua yang ada pada kita diberikan secara gratis maka kita harus memberikan secara bebas juga. Sebab semua datang karena cinta Allah.
Kelaparan adalah kondisi riil dari kemiskinan yang merupakan dampak dari pembangunan yang kurang adil. Jika pembangunan ekonomi menyebabkan manusia kelaparan, berebut sumber pangan, bahkan dengan saling membunuh, itu bukan pembangunan ekonomi. Sebab di situ hidup dan martabat manusia tidak dihargai, nilai suatu model perkembangan ekonomi terletak pada penghargaan atas martabat manusia yang dihargai lebih dari pada modal dan alat produksi. Suatu masyarakat yang memandang rendah hidup dan martabat manusia dalam tahap apa pun akan melecehkan manusia pada lapisan apa pun; ia akan meremehkan segala yang hidup. Itulah sebabnya, mengapa bapa Suci melihat juga kaitan erat antara sikap dasar ini dengan ekologi, yakni hormat terhadap segala yang hidup, bahkan pada seluruh alam semesta karena seluruh kerusakkan tata nilai dan pengabaian di atas telah mengakibatkan kerusakan alam ini.
Cara hidup Yesus, bersama para muridNya, sangat menghargai kemandirian dan ketersediaan pangan. Pangan adalah buah dari segala usaha manusia dan kemurahan Allah. Tanah,air, danau, sungai, biji/benih, ladang gandum, kawanan domba, kebun anggur, pohon dan rantingnya, ikan dan jala, dan lain sebagainya selalu menjadi warna khas seluruh perjalanan Yesus yang dipakai menjadi media untuk menyampaikan pesan Allah dalam upaya penyelamatan hidup manusia. Yesus tidak hanya berbicara tetapi berbuat dan mewujudkan penyelamatan dalam solidaritas diri kepada manusia. 
Puncak penyelamatan diawali dalam perjamuan terakhir yang merupakan perjamuan persaudaraan di mana Yesus memberikan diriNya menjadi santapan para muridNya dan untuk dikenangkan selama-lamanya. Kerelaan Yesus untuk menjadi pangan abadi merupakan perwujudan penebusan Allah bagi kehidupan mansia. Penebusan ini membawah pemulihan martabat manusia sebagai citra Allah. Menyadari bahwa keselamatan Allah diawali dengan pangan, dan ditandaskan bahwa ketersediaan pangan abadi adalah Yesus kristus sendiri maka sikap dan tindakan kita terhadap pangan adalah memuliakan lebih dari sekedar memelihara sumber pangan. Upaya membangun dan memelihara sumber pangan perlu dinyatakan dalam gerakkan bersama karena Allah sudah memberikan kepada manusia segala hal yang untuk kehidupan. Membangun dan memelihara sumber pangan merupakan panggilan dalam menjaga kehidupan manusia dan keutuhan alam ciptaanNya. Ketika kita membangun sumber pangan, kita diajak bersama untuk merekonstruksi cara berpikir, cara merasa dan cara bertindak kita. Oleh karena itu, marilah kita, umat paroki Habi dalam kebersamaan dengan seluruh umat keuskupan ini membangun kerjasama dengan pemerintahan untuk mewujudnyatakan cita-cita dan harapan dari pemerintah dan Gereja bagi ketersediaan pangan yang cukup di wilayah keuskupan dan kabupaten kita dengan tekun memanfaatkan dan mengerjakan lahan-lahan/kebun kita secara baik.

Copyright ©  Habi - Maumere, 4 Oktober 2010, by Rm. Arkadius Dhosando, Pr.

Monday 6 September 2010

3. FORMAT TAHUN PERTANIAN ( KEUSKUPAN PURWOKERTO)

BELA RASA PANGAN
“Menjadi Sahabat Bagi Petani”

A.     Pengantar

Alam merupakan hasil karya Allah dan tempat Allah bekerja. Allah menyelenggarakan kehidupan di alam ini dan tidak ada yang luput dari perhatian-Nya. Alam memelihara kehidupan manusia. Alam menyediakan segala yang diperlukan manusia untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Bahkan harus diakui kehidupan manusia di bumi ini sepenuhnya bergantung pada alam. Manusia dipanggil untuk mengambil bagian dalam memelihara alam. Tanpa pemeliharaan itu, hidup manusia sendiri akan terancam, karena alam merupakan sumber kehidupannya.

Tanah, air, dan bibit tanaman merupakan bagian dari keseluruhan ciptaan yang peruntukannya demi kesejahteraan hidup manusia, seperti yang dimaksudkan oleh Allah sendiri.  Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut, budidaya pertanian dilakukan oleh manusia dengan mengolah dan mengelola tanah, air, dan tanaman.  Usaha budidaya pertanian ini menjadi investasi keberlangsungan hidup dan kehidupan manusia.

Perkembangan jumlah penduduk dan teknologi membawa dampak perubahan dalam usaha budidaya pertanian.   Pertanian tidak lagi dipandang sebagai investasi keberlangsungan hidup dan kehidupan manusia.  Pertanian menjadi komoditi kegiatan ekonomi.  Perhatian yang berlebihan pada perkembangan ekonomi telah mengabaikan dampaknya bagi lingkungan hidup. Para pelaku pertanian dan ekonomi telah menjalankan kegiatannya dengan dorongan keserakahan, ketidaksabaran, kecerobohan, dan bahkan kebodohan.  Usaha dan budidaya pertanian didorong hanya untuk memenuhi pasar.  Di mana pasar dikuasai oleh pemodal.

Akibatnya, tanah, air dan tanaman sebagai sumber penghidupan pertanian dipandang sebagai faktor produksi yang gratis telah dikuras dan tidak dipelihara.  Tanah diperkosa dengan pemberian bahan-bahan kimia, pengurasan dan pencemaran air, hilangnya bibit atau benih lokal dengan membanjirnya bibit-bibit hibrida atau transgenik, dan keterperukan petani sebagai pengelola pangan oleh tekanan pasar dan keterbatasan pemilikan tanah.

Sebagai citra Allah, manusia adalah rekan kerja Allah dalam memelihara alam semesta. Hubungan manusia dengan seluruh alam merupakan partisipasi dalam hubungan Allah dengan seluruh ciptaan. Manusia harus menyadari bahwa kuasa yang diberikan Allah kepadanya bukanlah kuasa untuk memanipulasi dan mendominasi. Peran Allah dalam mencipta dan memelihara seluruh alam, juga menjadi tugas manusia. Manusia harus membangun kembali alam yang telah rusak dan memelihara kelestariannya.   Atas dasar ini, perhatian dan arah pastoral Gereja Katolik Keuskupan Purwokerto tahun 2010 – 2011 adalah Tahun  Keprihatinan Pertanian.  Bela Rasa Pangan yang terungkap dan terwujud dengan menjadi sahabat bagi petani menjadi tema dan tujuan di Tahun Keprihatinan Pertanian.  Tahun Keprihatinan Pertanian menjadi keberlanjutan Tahun Keprihatinan Kemiskinan yang berakhir pada tanggal 31 Mei 2010.  Karena Petani sebagai pengelola pangan utama dan pertama dalam pertanian, keberadaanya belum diakui.  Mereka dengan segala keterbatasannya dan keterpurukannya masih menjadi orang-orang yang kalah dan terpinggirkan.  Mereka ada dalam rantai kemiskinan yang ada.

B.    Keprihatinan Pertanian Keprihatinan Gereja

1.      Potret Pertanian Dewasa Ini

Ketersediaan sarana produksi pertanian dalam proses pengembangan pangan sudah merupakan tantangan yang paling utama bagi para petani, peternak dan nelayan.  Dalam konteks pertanian, lahan merupakan faktor produksi yang utama, namun unik karena tidak dapat digantikan dalam usaha pertanian. Oleh karena itu, ketersediaan lahan untuk usaha pertanian merupakan syarat keharusan untuk mewujudkan peran sektor pertanian secara berkelanjutan, terutama dalam perannya mewujudkan ketahanan pangan secara nasional. Di sisi lain, secara filosofis lahan memiliki peran dan fungsi sentral bagi masyarakat Indonesia yang bercorak agraris, karena disamping memiliki nilai ekonomis, lahan juga memiliki nilai sosial dan bahkan religius.
Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah tingginya tekanan terhadap lahan. Dengan peningkatan jumlah penduduk yang masih sekitar 1,34% per-tahun, sementara luas lahan yang ada relatif tetap, telah menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan terhadap sumberdaya lahan dan air terutama di Jawa. Sebagai gambaran, luas rata-rata kepemilikan lahan sawah di Jawa dan Bali hanya 0,34 ha per rumah tangga petani. Secara nasional jumlah petani gurem (petani dengan luas lahan garapan < 0,5 ha) meningkat dari 10,8 juta pada tahun 1993 menjadi 13,7 juta rumah tangga petani pada tahun 2003, dengan rata-rata peningkatan sekitar 2,4% per-tahun.  Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian menyebutkan bahwa lahan pertanian yang tersedia untuk dikembangkan di Jawa tengah seluas 30.922 ha. Sekitar 20.654 ha (66,8%) diarahkan untuk komoditas tanaman tahunan, 8.966 ha (29,0%) untuk komoditas tanaman semusim, dan  1.302 ha (4,2%) untuk padi sawah. Tidak seimbangnya antara luas lahan dengan jumlah petani yang banyak akan mengakibatkan penurunan produktiftas pertanian

Selain makin menyempitnya rata-rata penguasaan lahan oleh petani, terjadi juga persaingan yang tidak seimbang dalam penggunaan lahan, terutama antara sektor pertanian dan non-pertanian. Dalam keadaan seperti ini, bila hanya berpatokan pada nilai ekonomi sewa lahan (land rent economics), maka pertanian akan selalu dikalahkan oleh peruntukan lain seperti industri dan perumahan. Hal itu terlihat dari makin meningkatnya laju besaran konversi atau alih fungsi lahan pertanian dari tahun ke tahun. Konversi lahan sawah menjadi lahan non-pertanian dari tahun 1999-2002 diperkirakan  mencapai 330.000 ha atau setara dengan 110.000 ha/tahun.

Ketidakseimbangan dalam regulasi turut menempatkan “sumber daya pangan” dalam keadaan yang memprihatinkan. Sudah diketahui umum bahwa kalau produk pertanian melimpah harga akan turun. Situasi ini sangat sulit diatasi karena memang petani tidak mampu memilih produk pertanian sehingga masuk akal kalau harga sering dipermainkan atau sangat tergantung pada tengkulak atau pedagang. Lebih-lebih di tingkat petani tidak memiliki kemampuan memperoleh informasi pasar sehingga soal harga sangat  tidak wajar, fluktuatif,  bergantung pada pedagang dan tengkulak

Revolusi Hijau diterapkan (Program BIMAS, INMAS, SUPRA INSUS dan lain sebagainya) dengan untung dan kerugiannya, kita semua bisa menilainya sendiri. Banyak para petani yang sudah kehilangan kearifan budidaya pertanian organik, warisan para leluhur. Bidang pertanian dipacu ke arah agribisnis untuk mengejar ekspor dan mendapatkan dollar dari pasaran dunia. Swasembada beras digalakkan demi stabilitas nasional yang memberi kondisi sebaik mungkin bagi perkembangan industri. Akibatnya para petani kehilangan kemandirian dalam usaha taninya. Sebagai produsen mereka mensubsidi ekonomi nasional, sebagai konsumen tidak ada yang mensubsidi. Petani semakin tergantung dari faktor-faktor luar, sebagai konsumen industri benih, pupuk dan lain sebagainya. Akibatnya bumi semakin dibunuh, pencemaran di mana-mana, benih kuam tani menjadi punah, sedangkan benih dari industri benih transnasional menikmati monopoli (bibit-bibit IR : IR5, IR8, ….IR 33, IR 64, dst). Pengetrapan Revolusi Hijau ternyata telah menghancurkan budaya pedesaan, namun demikian praktek Revolusi Hijau masih berkelanjutan dengan akibat pembunuhan bumi dan kaum tani.

2.      Pastoral Pertanian Gereja

Dunia pertanian, yang bagi masyarakat menyediakan hasil bumi yang dibutuhkan sebagai rezeki sehari-hari, sungguh penting sekali. Kerja bercocok tanam menghadapi kesukaran-kesukaran yang cukup berat, termasuk usaha fisik tiada hentinya dan kadang sungguh melelahkan, lagipula kurang dihargai dari pihak masyarakat, sehingga menyebabkan kaum petani merasa diri tersisihkan dari masyarakat, dan mempercepat kendala perpindahan massal dari daerah pedesaan ke kota-kota dan yang patut disayangkan, menimbulkan kondisi-kondisi hidup yang justru makin kurang manusiawi. Di negeri-negeri tertentu yang sedang berkembang jutaan penduduk terpaksa mengolah tanah milik orang lain, dan dihisap oleh tuan-tuan tanah yang besar, tanpa harapan sama sekali akan mendapat tanah sejengkalpun bagi diri mereka sendiri. Tidak ada bentuk-bentuk perlindungan hukum bagi kaum buruh petani sendiri dan keluarga mereka bila sudah lanjut usia, sakit atau menganggur. Berhari-hari kerja keras fisik dibayar dengan upah yang sangat menyedihkan. Jadi perlulah menyiarkan dan memajukan martabat kerja, semua kerja tetapi khususnya kerja bercocok tanam. Sebab di situlah manusia dengan begitu jelas mengelola bumi yang diterimanya sebagai karunia Allah dan menegaskan kedaulatannya dalam dunia yang kelihatan (Laboren Exercens art 21).

Dalam dunia pertanian manusia menanam dan menyiram tanaman, namun Allahlah yang memberikan pertumbuhan (1Kor. 3:7). Kehidupan di alam ini bergantung semata-mata pada kemurahan hati Allah. Dalam kemurahan-Nya Ia mengasihi semua orang dan alam semesta adalah bukti kemurahan hati-Nya. Gereja yang dipanggil untuk meneruskan kebaikan dan kasih Allah kepada umat manusia sadar bahwa menyelamatkan umat manusia dari kehancuran bumi adalah pelaksanaan perintah cintakasih (Bdk. Yohanes 13:34-35).   Dalam ensikliknya yang pertama, Redemptor Hominis (Art.15 dan 16) Paus Yohanes Paulus II menegaskan bahwa kepedulian terhadap lingkungan hidup dan keutuhan ciptaan adalah bagian hakiki dari Ajaran Sosial Gereja. Nota Pastoral KWI 2005, SAGKI 2005 dan APP 2008 mendorong seluruh umat dan semua pihak untuk menghadapi masalah lingkungan hidup dengan tindakan nyata. Kepedulian Gereja tidak terbatas pada himbauan dan arahan, tetapi juga dalam tindakan nyata dari Gereja setempat.  “Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang jaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita, merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kekcemasan para murid Kristus juga” (GS. art.1).  Oleh karena itu, kehadiran Gereja ditengah-tengah umat manusia yang menderita ketidakadilan dan ancaman terhadap keutuhan ciptaan menjadi sangat nyata.

Gereja perlu menyadari bahwa kehadiran penyadaran kemanusiaan dalam hal tata kelola pertanian bukanlah pertama-tama persoalan teknis, tetapi bagaimana menyadarkan umat bersama masyarakat menemukan dan menata kembali pemanfaatan alam semesta yang berkeadilan sosial dan berkeutuhan ciptaan sehingga menjadi bermanfaat bagi peningkatan hidup manusia, yaitu terlepas dari kemiskinan, dan pada gilirannya mengembangkan kemampuan bertani dan pertanian yang berdaulat di tengah masyarakat.

Pastoral pertanian Gereja adalah bagian dari perwujudan iman dalam menyadarkan umat bersama masyarakat setempat untuk menghargai, menghormati dan memuliakan keutuhan ciptaan dengan menumbuhkan dan mengembangkan tindakan yang arif, cinta kasih dan berkeadilan terhadap manusia, tanah, air, dan makhluk hidup lainnya. Karena seluruh alam semesta adalah saudara dalam satu pencipta.

3.      Belarasa Pangan

 Hasil akhir dari tata kelola bertani dan pertanian adalah hasil pangan.  Pangan yang sehat dihasilkan dari sumber-sumber pangan (tanah, air, benih/bibit) yang sehat.  Ketersediaan sumber-sumber pangan yang sehat sangat tergantung dari sikap dan tindakan pelaku pangan, yaitu manusia.  Manusia yang beragama dan beriman dengan baik akan mewujudkannya dalam penghormatan, penghargaan dan pemuliaan sumber-sumber pangan.

Gereja Katolik sangat berdekatan dan bersentuhan dengan pangan.  Ekaristi adalah “Pangan Abadi”.  Yesus Kristus merelakan dan menyediakan diri-Nya menjadi sumber pangan abadi bagi manusia (bdk. Yoh, 6,51).  Dengan ikut ambil bagian dalam perayaan Ekaristi secara aktif, kebersamaan dan kebersatuan dengan Yesus Kristus terjadi.  Yesus menjadi santapan abadi yang menyelamatkan hidup manusia.  Keselamatan ini akan terjadi dalam hidup manusia, sejauh manusia juga bersikap dan bertindak seperti Yesus Kristus yang telah berbelarasa dan berbagi menjadi pangan bagi manusia (bdk. Luk 22, 19-20).

Belarasa pangan yang dapat diwujudkan oleh manusia dalam tata kelola bertani dan pertanian adalah dengan mengembangkan sikap dan tindakan hormat, menghargai, dan memuliakan terhadap sumber-sumber pangan, yaitu dengan tidak memberi asupan kimia kedalam tanah, membantu mengembangkan kesejahteraan hidup petani, tidak mencemari air, menggunakan bibit-bibit lokal yang ramah lingkungan, berperilaku adil terhadap petani dan alam ciptaan demi keberlangsungan keutuhan ciptaan dan kesejahteraan hidup bersama.  Sepanjang sejarah kehidupan manusia di bumi, kehidupan manusia ditopang oleh pengolahan tanah. Hingga zaman modern pun pengolahan tanah sebagai sumber kehidupan tidak dapat diabaikan. Hasil tanaman, yang menjadi sumber kehidupan manusia, bergantung pada jenis tanah. Sekalipun pemupukan membantu menyuburkan tanah, keadaan tanah sepenuhnya mempengaruhi tumbuhnya tanaman, dan hasilnya pun bergantung sepenuhnya pada keadaan tanah. Jika orang ingin tetap mendapatkan hasil tanah, tidak ada pilihan lain selain menjaga keadaan tanah agar tetap subur (bdk. Mark 4,8).

2. PINJAMKAN KAMI BUMIMU NAN SUBUR (SYAIR 02)

Andai sedikit saja kupahami
Sungguh semua yang ada diberi
Hujan yang tercurah, mentari menyinari,
air mengalir merembesi lekuk bumi
musim berganti tuk dinikmati
Bumi kami sesungguhnya terahmati. 

Refrein : 

Pinjamkan kami bumiMu subur
yang Kauhadirkan tuk rajut hidup 
Tuhan bantulah, beri kesanggupan 
‘Tuk wariskan jua bumi nan subur

Mudahnya kami semua digodai
Menggali sluruh isi kerak bumi
‘Tas nama penghasilan dan investasi
Lahan nan kecil sumber rezeki
Kami gadai tanpa pahami
Bumi  air ini Kaupinjamkan kami. 

Refrein : 

Pinjamkan kami bumiMu subur 
Yang Kauhadirkan tuk rajut hidup 
Tuhan bantulah, beri kesanggupan 
‘Tuk wariskan jua bumi nan subur 

Pinjamkan kami bumiMu subur 
Yang Kauhadirkan tuk rajut hidup 
Tuhan sadarkan, yang pimpin negri 
Demi kesuburan ibu pertiwi.

Copyright © Ansel Meo SVD - Ende, 03 Sept. 2010

Sunday 5 September 2010

1. BERI KAMI REZEKI, YA BAPA (SYAIR 01)

Sejak awal dunia, Kautempatkan manusia
Dengan pesan mulia, “Gunakan semuanya!”
Engkau beri kuasa untuk mengolah tanah,
Majukan pengetahuan, hasilkan rezeki kehidupan.

Refrein:

Beri kami ya Bapa, Rezeki Kehidupan
Yang slalu kami harap sambil giat bekerja
Yang PutraMu ajarkan melalui doaNya
Beri kami ya Bapa, rezeki secukupnya

Kami percaya ya Bapa, Kauberkati jerih payah
Yang kami tunjukkan lewat keluhuran karya
Sambil tetap berharap, embun berkat dan rahmat
Agar stiap bidang karya, hasilkan rezeki kehidupan.

Refr.

Syukur kami panjatkan, sawah ladang yg hasilkan
Unggas ternak berkembang, lestarikan adat budaya
Hasil ikan melimpah, dengan alam penopangnya,
Setia KehendakMu, hasilkan rezeki kehidupan.

Refr.


Copyright © Ansel Meo SVD - Ende 01 September 2010